Sabtu, 04 Oktober 2008

Perjalanan

Secara keseluruhan tulisan saya akan berkisar tentang 'perjalanan'.
Seringkali aku melakukan 'perjalanan', sesungguhnya, maupun imajinasi.

Sesungguhnya, jalan kaki dari Baranangsiang (terminal bus Bogor) ke Gang Mesjid/ Gang Cendana; itu duluuu sekali, sambil nendangin kaleng, sampah jalanan, kerikil, dan yang sejenisnya; aku berjalan, sambil juga berjalan secara imajiner, karena otak dan kenangan saya yang berjalan ke depan, saat ini, bahkan jauhhhh ke belakang, ketika masih di kampung, kecil dan tak pernah tahu akan kemana.
Jalan kaki dari KKP(Kantor KesehatanPelabuhan)-Denpasar, dekat airport, ke Kuta; sambil melakukan hal yang sama dengan ketika masih kecil. Tapi itu agak aneh karena itu terjadi akhir 2007-an, ketika itu aku sudah jadi pejabat kecil2an, dan banyak teman yang dapat aku mintain tolong 'urus' saya untuk sampai ke Kuta tanpa berjalan, atau dengan taksi pasti aku kuat bayar; tetapi aku suka, berjalan, panas, sambil 'bercerita' dengan diriku sendiri, diri yang saat itu, maupun diri yang dulu. Kemudian kehausan, ketemu orang jualan cendol, kelapa muda, dll, dll, semuanya dibeli, dinikmati, sambil 'mengguraui' para penjualnya, lantas hidup terasa 'nyaman'.
Memasuki Hotel di Kuta lantas serasa 'orang yang paling sukses', disapa oleh banyak orang daerah, tanpa mereka tahu bahwa aku abis 'berjalan' dengan cara aneh, atau cara yang ga biasa.
Dan banyak lagi 'jalan kaki sesungguhnya'.

Perjalanan sesungguhnya yang lain, bukan jalan kaki, tetapi terbang, gratis sebagai PNS, sejak 1982 sampai 2008, 28 tahun yang padat, karena aku ini pesuruh yang ringanan/ entengan, banyak orang menyuruh, dan selalu mau.
Apalagi setelah menunaikan rukun Islam ke lima pada Januari 2001, yang ketika itu aku diajari do'a oleh seorang teman mintalah : Ya Allah berikanlah aku hati yang Lomonan (Loma-pemberi), diajarinya aku berdoa meminta kepadaNya, dirumahNya agar aku diberiNya hati Yang Suka Memberi.
Waktu itu aku keder juga sih, masak untuk menjadi seorang pemberi saja aku harus memohon, padahal mestinya begitu ingin menjadi pemberi jadilah pemberi, dengan langsung memberi.
Karena itu pula, yayasan Mbah Kliwon yang aku dirikan di kampung pada Th 1995, aku labeli moto Memberi Setiap Hari! Sampai Mati! melalui 1000 lebih kaos yang kemudian dibagi kepada para Santri peserta Jambore Santri se Kecamatan Toroh, he3, lucu.

Bisa jadi ada cerita dari perjalanan yang ini, yang bermanfaat.

Imajinasi, sebenarnya sih aku gak jalan, tapi aku bisa berimajinasi untuk berjalan. Ke masa lalu, ketika aku masih bocah di kampung bersama 'guru besar hidupku', Pak-e, Bapak Gunadi, petani desa yang hidup bahagia sejak aku kenal dan menyadari beliau Bapakku, sampai hari ini, 76 tahun, 23 atau 24 tahun di depanku; hingga hari ini, di Bogor-Jakarta, bersama 'guru besar lainnya', yaitu 'setiap orang yang aku jumpai, terutama anak-2 ku, dan orang-orang lemah spt aku'.

Rasanya nikmat, ketika meresapi perjalanan, yang bisa jadi kenikmatan itu hanya bisa adik-anak-sodaraku nikmati dari tulisan2ku, yang sudah pasti ya menurut tafsirku saja. Misalnya saja bagaimana falsafah hidup Pak-e yang petani itu, masih relevankah untuk saat ini yang full glamour.

Misalnya saja cerita tentang 'marahnya' MbahGun ketika suatu pagi mengajakku berjalan-jalan di sawah, pada saat aku berkunjung ke desa. Dalam kebanggaannya menceritakan semua yang kami lewati, di kanan kiri 'galengan' terdapat berbagai tanaman yang kemudian dibanggakannya, beliau tercenung dan kemudian saya tahu beliau marah; melihat pohon singkongnya (milik beliau) yang sudah tumbang, tanpa 'isi'/ singkong, karena singkongnya 'dicuri orang'.
MbahGun marah! wajar, pikirku. Tanaman tinggal dipanen tetapi dicuri orang. Tetapi dari gerutunya aku menangkap bahwa beliau marah bukan karena singkongnya dicuri orang. Ketika hal ini aku tanyakan (sebagai test) kepada adik2ku 'mengapa Pak-e marah?' Aku dapati jawaban : ya marahlah wong tanemannya dicuri orang, ya marahlah di depan anaknya beliau nampak 'dikalahkan' oleh pencuri atau 'ketahuan' bahwa Pak-e tidak dihargai orang, marahlah karena mestinya singkong itu dapat digoreng dan dikasih kepada aku yang sangat suka singkong goreng.

Semua jawaban itu salah, bahkan ketika aku mendengar gerutunya langsung, aku belum menangkap esensi kenapa Pak-e marah; baru aku tahu setelah aku cermati gerutunya sambil tangannya mematahkan tangkai singkong kemudian di'tancapkannya' lagi ke bekas cerabutan singkong, sambil bergumam : 'wong tinggal begini saja koq ya ga mau, maunya isinyaaa saja'.

Bukan karena kehilangan singkong MbahGun marah, pencuri yang tidak mau 'menanam kembali' pokok / pohon singkong itu yang menjadikan MbahGun marah.
Kalau singkong diambil, kemudian dibawa pulang (curi) ya sudahlah, bangkali mereka butuh; atau kalaupun satu dua pohon dicuri toh Mbah masih punya pohon yang lain.
Tetapi bahwa tidak mau menanamnya kembali itulah yang menjadikan MbahGun marah, okeylah diambil singkongnya, dengan ditancapkannya lagi, dalam beberapa bulan sudah bisa dipanen lagi, yang bisa jadi juga oleh dia si-pencuri itu lagi.

Itu salah satu crita perjalananku;
bisa jadi tidak bermakna bagi anak-adik-sodaraku, tetapi aku coba memaknainya 'luar biasa'; seorang MbahGun, lulusan kelas IV SR Jaman Jepang yang kemudian menekuni profesi luhurnya sebagai petani, bisa berpikir seperti itu; luar biasa, dan karenanya aku mengikuti, mengamalkan ilmu 'berat' ini.
Ketika aku ceritakan ini kepada adik2, mereka bertanya : 'koq Mas bisa mentafsir seperti itu? aku katakan, tafsir apa yang pantas untuk 'hebatnya' Bapak kita? haruskah kita mentafsir jelek untuk pikiran bapak kita?

Seperti itu juga, aku mencoba selalu mentafsir 'kehendakNya', aku selalu menganggap Allah amat sayang kepadaku, selalu, dan sangat; dan begitu sayangNya Allah kpdku wujud sayangNya diubah-ubah sekehendakNya, tanpa merugikanku, meskipun kadang berwujud hadiah, hiburan, pengharapan, tetapi juga kerugian, kesakitan, bahkan ancaman.

Perjalanan, itulah yang akan kutulis.
Sebagaimana perjalanan kita semua, tidak seluruhnya menyenangkan, gak pa2.
Kadang kala, kesenangan itu terasa menyenangkan karena hadirnya ketidaksenangan.

Dalam menempuh perjalanan hidupku, aku selalu berdoa ya Allah, bawalah aku ke TEMPAT yang Engkau Ridhloi, ke WAKTU yang Engkau Ridhloi, dan ke KEJADIAN yang Engkau Ridhoi. Dan aku sudah merasa komplitlah do'aku itu.

Adakah diluar WAKTU-KEJADIAN-TEMPAT yang patut kita minta untuk memperoleh RidhoNya?
Setiap kejadian, betapapun jeleknya, menimpa saya, termasuk ketinggalan pesawat, aku selalu ikhlas, karena mentafsir bahwa itulah yang dirihoiNya.

Belakangan baru aku sadar, ada yang kurang dalam do'a itu : berikanlah aku TEMAN SEPERJALANAN yang Engkau Ridhoi, jadi lengkaplah do'a ku itu kini, sebatas sekarang : bawalah aku ke TEMPAT yang Engkau Ridhloi, ke WAKTU yang Engkau Ridhloi, dan ke KEJADIAN yang Engkau Ridhoi, serta TEMAN SEPERJALANAN yang Engkau Ridhoi
Aamiin

2 komentar:

maskarina mengatakan...

riska masih harus banyak mengenal bapak,mbah gun,
semuanya menyenangkan..
tulisan bapak ini sangat membantu riska..

hari ini aja riska tau;
mbah ga suka tahu,mbah suka sekali rolade dan sosis..

simple,tapi menggembirakan bagi riska,

hanya bagian kecil,kecil sekali bahkan,
tapi ini sangat menyenangka pak..

maskarina mengatakan...

semoga bapak baik-baik dan sehat..
amin